http://www.radarbangka.co.id/rubrik/detail/features/2733/sudarti-juru-parkir-perempuan-di-pasar-pagi-27-tahun-jadi-juru-parkir-berharap-lahan-parkir-khusus.html
SANG surya malas beranjak dari peraduan. Pijar lampu jalanan remang, semakin redup diselimuti kabut tipis. Cahayanya jatuh malas ke aspal hitam. Tak banyak aktivitas di jalanan, kecuali hiruk pikuk di Pasar Pagi Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Di dalam bangunan Pasar Pagi sesak, terutama di lantai dasar. Sebagian sibuk menyiapkan dagangan, sebagian lagi adalah masyarakat menyambangi pedagang. Mata sebagian dari mereka menilisik jauh ke kanan dan kiri.
Bila di dalam sesak karena manusia, di luar tak kalah ramai. Bising suara mesin kendaraan roda dua dan empat mengalahkan teriakan yang hendak hinggap ke telinga Sudarti. Suara satu dengan yang lainnya berlomba untuk ditangkap daun telinga. Namun begitu, senyum Sudarti tetap mengembang melengkapi lari kecilnya menuju kendaraan yang terparkir. Sejak jam 5 subuh perempuan ini menunggu kendaraan roda dua di depan Pasar Pagi. Berdiri diantara kendaraan roda dua yang menyisakan ruang dua jengkal tangan orang dewasa. Puluhan kendaraan berbagai merek dan bobot, mereka berjejer rapih disusun Sudarti.
“Sejak masih gadis kecil saya di sini. Sudah hampir 27 tahun. Dengan umur sekarang 40 tahun, berarti kira-kira sejak umur 13 tahun jadi juru parkir,” katanya tersengal, usai mengeluarkan salah satu kendaraan dari baris kedua, lalu memindahkannya ke baris pertama.
Hidup bersama suaminya yang bekerja serabutan, Sudarti dikaruniani 4 orang anak. 2 anaknya sudah berkeluarga, sisanya masih bersekolah di bangku SMA. Jika dulu hanya untuk uang jajan, kini penghasilan sebagai juru parkir digunakannya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sebagai tambahan penghasilan dirinya juga menjual Koran. “Kalau hari biasa, Senin-Jumat, cuma dapat Rp30 ribu. Tapi kalau hari libur seperti hari Minggu bisa dapat Rp80 ribu. Itu pendapatan kotor, karena saya harus setor Rp15 ribu,” katanya. “Yang memberatkan adalah pemilik lahan parkir tak mau terima keadaan kita. Kalau hari hujan mana ada kendaraan yang parkir. Penghasilan kita berkurang drastis. Karena saya bisa jual Koran sampai 80 eksemplar per hari, bisa lumayan lah duitnya buat anak sekolah,” ujarnya sembari membenarkan letak kacamata.
Sudarti berbagi cerita. Pengalaman pahit dan manis pernah dicicipinya sebagai juru parkir perempuan. Mulai dari sapaan pagi oleh orang-orang yang telah lama mengenalnya, hingga omelan pemilik kendaraan yang parkir. Bahkan pemilik kendaraan yang melintas karena terganggu jalannya. “Saat saya mengangkat dan memindahkan motor, jadi lecet karena bersenggolan dengan motor di sebelahnya. Pemilik kendaraan yang melihat tidak terima. Kadang saya dimarahi karena helm mereka dicuri. Mereka marah,” kenangnya. Tak cukup dari pengendara, pihak Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) pun turut murka. Mungkin wajar, sumber uang Sudarti dari ruas jalan yang termakan 2 meter untuk dijadikan lahan parkir. “DLLAJ yang mengatur lalu lintas kadang marah karena parkir kendaraan di jalan jadi penyebab kemacetan. Tapi habis-habis disitu saja, karena mereka tahu saya mencari uang dari sini,” sebutnya.
Tiba-tiba tatapan Sudarti menerawang. Panggilan pemilik kendaraan agar motornya segera dikeluarkan pun dihiraukan. Dengan bibir sedikit bergetir, Sudarti mengeluarkan suara lirih. “Kami sebagai juru parkir, terutama saya, mengharapkan perhatian pemerintah kota Pangkalpinang,” tukas Sudarti kemudian seakan tersadar. Dirinya menagih janji. Bagai Juru Parkir meminta peluitnya, Sudarti mengharapkan tempat. “Kalau kami dilarang cari uang parkir di sini, kiranya disediakan lahan parkir khusus agar kami bisa mencari uang dengan tenang dan aman. Lagi pula ini untuk kenyamanan semua orang, mulai dari pengguna jalan hingga pemilik kendaraan yang parkir,” harapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar